Wednesday, August 28, 2024

Panggung Politik yang Penuh Intrik: Apa Kabar Demokrasi?

Fenomena politik tanah air saat ini begitu keruh, seperti air yang terus diaduk hingga tak lagi jernih. Di tengah perebutan kekuasaan yang menjatuhkan lawan, nilai-nilai luhur yang seharusnya dijunjung tinggi seakan tersingkir, digantikan oleh ambisi tanpa batas yang menghalalkan segala cara. Janji-janji hanya menjadi sekadar kata-kata manis tanpa makna, sementara kepentingan rakyat tenggelam dalam hiruk-pikuk pertarungan ego.

Politik, yang seharusnya menjadi medan perjuangan untuk kepentingan bersama, kini lebih mirip arena pertarungan demi kekuasaan semata. Kepentingan rakyat menjadi tumbal di antara tawar-menawar kepentingan pribadi dan golongan. Kehidupan masyarakat yang seharusnya mendapat perhatian utama malah kerap dijadikan alat politik untuk meraih simpati. Setiap gerakan, setiap keputusan, seringkali diukur berdasarkan seberapa banyak pengaruh yang dapat dibeli, bukan seberapa besar dampak positif yang bisa dirasakan oleh masyarakat.

Kondisi politik kita hari ini adalah cermin dari wajah bangsa yang belum sepenuhnya memahami esensi dari demokrasi sejati. Saat nilai-nilai luhur Pancasila mulai memudar di tengah hingar-bingar kekuasaan, kita justru semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan. Yang kita butuhkan bukanlah para pemimpin yang hanya pandai berbicara dan berjanji, melainkan mereka yang mampu meletakkan kepentingan bangsa di atas kepentingan diri sendiri.

Pemilu Kepala Daerah yang seharusnya menjadi ajang pembuktian demokrasi malah berubah menjadi panggung drama yang semakin semrawut. Semakin dekat hari pemilihan, semakin jelas terlihat betapa kerasnya tarung kekuasaan di balik layar. Ketika integritas seharusnya menjadi fondasi, kini yang muncul adalah strategi menjegal dan menjatuhkan. Setiap calon dipandang bukan sebagai pemimpin yang ingin membawa perubahan, tetapi sebagai ancaman yang harus disingkirkan dengan segala cara.

Dalam situasi seperti ini, banyak kandidat dengan niat tulus untuk memperbaiki daerahnya terhalang oleh permainan politik yang tidak adil. Mereka dijegal, difitnah, bahkan disingkirkan dari pencalonan hanya karena dianggap tidak sesuai dengan kepentingan kelompok tertentu. Bukan lagi pertarungan gagasan yang terjadi, melainkan permainan kekuasaan yang berujung pada kecurangan dan manipulasi. Alih-alih fokus pada solusi nyata bagi masyarakat, kita justru menyaksikan cara-cara kotor dipakai demi mencapai kursi kekuasaan.

Pemilu yang semestinya menjadi cerminan kehendak rakyat kini tercoreng oleh berbagai taktik licik. Suara rakyat yang seharusnya menjadi suara Tuhan, diabaikan demi kepentingan politik jangka pendek. Kita melihat bagaimana aturan dibuat untuk membatasi peluang bagi calon yang dianggap berbahaya bagi status quo, bukan berdasarkan kemampuan dan kapabilitasnya, tapi pada siapa mereka berada dan siapa yang mendukung mereka.

Sangat ironis ketika kita berbicara tentang demokrasi, namun praktik di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Kita melihat bagaimana demokrasi ini dipermainkan seolah-olah hanyalah permainan papan, di mana pion-pion digerakkan sesuai kepentingan tertentu. Bagaimana mungkin kita bisa mengharapkan perubahan jika proses pemilu sendiri sudah ternoda oleh kebohongan dan ketidakjujuran?

Sudah saatnya kita sebagai rakyat bangkit, mengawal proses pemilu dengan lebih kritis. Kita harus berani menuntut transparansi, integritas, dan kejujuran dalam setiap langkah yang diambil. Karena jika kita membiarkan praktik menjegal kandidat ini terus berlangsung, maka kita hanya akan mewarisi sistem politik yang semakin kotor dan jauh dari nilai-nilai demokrasi yang sejati.

Pemilu Kepala Daerah bukanlah tentang siapa yang paling kuat, paling kaya, atau paling berkuasa, tapi tentang siapa yang paling mampu membawa perubahan nyata bagi masyarakat. Kita butuh pemimpin yang berani melawan arus ketidakadilan, bukan yang tenggelam dalam politik praktis yang penuh tipu daya. Mari kita bangkit bersama, memastikan suara kita tidak lagi teredam oleh mereka yang bermain di balik tirai kuasa.

- Bambang Aribowo -

Sang Guru

         Seorang guru adalah pemikir peradaban, ia adalah pembuka mata hati, penjaga api pengetahuan yang menyala di dalam diri setiap anak. Dengan kesabaran yang tak berujung, ia menyemai harapan dalam tanah hati yang gersang, mencurahkan cinta dan dedikasi tanpa pamrih.

        Guru bukan sekadar profesi, tapi panggilan jiwa. Ia mengajarkan lebih dari sekadar kata dan angka; ia mengajarkan tentang keberanian untuk bermimpi, kekuatan untuk bangkit ketika jatuh, dan pentingnya menghargai perbedaan di dunia yang penuh warna ini. Setiap harinya adalah perjuangan untuk menyalakan lilin kecil dalam gelap, membawa cahaya bagi mereka yang mencari jalan.

        Di setiap langkah yang diambilnya, guru adalah seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Ia mungkin tak selalu terlihat di panggung besar dunia, tapi setiap pemikir besar, setiap ilmuwan, setiap pemimpin yang pernah ada, pernah duduk di bangkunya, mendengarkan ceritanya, merasakan kasih sayangnya.

    Tetaplah menjadi pelita bagi yang membutuhkan, tetaplah membuka mata hati. Karena seorang guru tidak hanya mengubah dunia dengan mengajarkan ilmu, tapi juga dengan menginspirasi jiwa-jiwa yang akan melanjutkan perjuangan hidup. 

- Bambang Aribowo -


Di hari lahirmu, Pancasila

                                                         Di hari lahirmu, Pancasila                                                         ...