Tuhan pun Menangis
Ketika Ditanya Kapan Indonesia akan Makmur?
Dalam sebuah
wawancara di televisi disaat Abdurahman Wahid atau yang biasa disapa Gusdur
masih hidup, Gus Dur pernah berkelakar tentang bagaimana para pemimpin dunia
bertanya kepada Tuhan mengenai kapan negara mereka bisa terbebas dari
kemiskinan. Ronald Reagan bertanya, Tuhan menjawab, "20 tahun lagi."
Reagan pun menangis. Nicolas Sarkozy bertanya, jawabannya, "25 tahun
lagi." Sarkozy menangis. Tony Blair bertanya, "20 tahun lagi."
Blair juga menangis. Namun, ketika giliran pemimpin Indonesia bertanya, Kapan
Indonesia akan Makmur? Tuhan justru menangis.
Kelakar ini
lebih dari sekadar guyonan, adalah tamparan keras bagi realitas negeri ini.
Jika dahulu korupsi sudah menjadi penyakit kronis, hari ini ia telah
bertransformasi menjadi budaya yang sistematis. Hampir setiap hari berita
tentang pejabat yang tertangkap tangan karena menyalahgunakan wewenang muncul
di layar kaca.
Saat ini,
masyarakat Indonesia sedang menghadapi kenyataan pahit lainnya: pemutusan
hubungan kerja (PHK) massal yang terjadi di berbagai sektor. Salah satu yang
menjadi sorotan adalah kasus PT Srintek, di mana ribuan karyawan harus
kehilangan pekerjaannya dalam sekejap. Bagi sebagian besar orang yang
kehilangan pekerjaannya, ini bukan sekadar kehilangan pendapatan, tetapi juga
kehilangan harapan.
Tak hanya itu,
kasus korupsi juga semakin menjadi-jadi. Salah satu skandal terbesar yang
mengguncang negeri ini adalah korupsi timah yang melibatkan oknum pejabat
tinggi. Sumber daya alam yang seharusnya menjadi berkah bagi rakyat malah
menjadi ladang perampokan bagi segelintir orang yang rakus. Tak hanya itu,
kasus oplosan bahan bakar oleh pejabat Pertamina menambah deretan panjang
skandal yang merugikan rakyat. Dampaknya yang luas terhadap perekonomian rakyat
kecil menunjukkan betapa kejahatan ini telah merasuk hingga ke level tertinggi.
Gus Dur, dengan kelakar khasnya,
seakan ingin menyampaikan bahwa permasalahan negeri ini tidak hanya bisa
diselesaikan dengan janji-janji kosong dan reformasi setengah hati. Ketika
korupsi masih merajalela dan kesejahteraan rakyat terus terpinggirkan, bahkan
Tuhan pun menangis melihat kondisi Indonesia. Ini bukan lagi masalah ekonomi
semata, melainkan masalah moral, etika, dan keadilan sosial.
Namun, apakah
ini berarti tidak ada harapan? Tidak juga. Sejarah membuktikan bahwa negeri ini
telah berulang kali melewati masa-masa sulit. Dari krisis moneter 1998,
reformasi yang penuh gejolak, hingga pandemi yang meluluhlantakkan ekonomi,
Indonesia selalu bisa bangkit. Yang dibutuhkan sekarang adalah keberanian untuk
benar-benar membersihkan negeri ini dari praktik korupsi dan kebijakan yang
tidak berpihak pada rakyat. Serta Pemerintah yang sekarang berani ambil
tindakan tegas dengan menghukum para Koruptor dengan seberat beratnya hukuman.
Masyarakat
tidak boleh lagi hanya menjadi penonton. masyarakat harus berani menuntut
transparansi, menolak praktik korupsi, dan memilih pemimpin yang benar-benar
memiliki integritas. Kita harus mulai dari lingkungan terkecil, dari keluarga,
sekolah, tempat kerja, hingga pemerintahan. Jika kita tetap diam, maka bukan
hanya Tuhan yang akan terus menangis, tetapi juga anak-cucu kita yang harus
menanggung akibatnya di masa depan.
Jadi, mari
kita jadikan kelakar Gus Dur ini sebagai pengingat. Jangan sampai kita menjadi
bangsa yang terus-menerus membuat Tuhan menangis. Sudah waktunya kita bangkit
dan berjuang untuk Indonesia yang lebih baik, di mana keadilan, kesejahteraan,
dan kejujuran bukan sekadar wacana, tetapi benar-benar menjadi realitas bagi
seluruh rakyat Indonesia.
No comments:
Post a Comment